Senin, 31 Mei 2010

Penguasa Kepala Batu



http://www.tribun-timur.com/read/artikel/107979/Penguasa-Kepala-Batu

Penguasa Kepala Batu

Oleh : Asnawin
(Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Satria, Makassar)

Harian TRIBUN TIMUR, Makassar
Senin, 31 Mei 2010

Ada sebuah teori dalam ilmu komunikasi (massa) yang disebut Teori Khalayak Kepala Batu (The Obtinate Audience Theory). Ide awalnya dikemukakan oleh LA Richards pada tahun 1936, tetapi dikembangkan sebagai sebuah ilmu dan teori baru oleh pakar psikologi Raymond Bauer pada tahun 1964.

Teori khalayak kepala batu merupakan koreksi atau kritikan atas Teori Peluru (The Ballet Theory) atau Teori Jarum Hipodermik (Hypordemic Needle Theory) yang berkembang dan mendominasi kajian komunikasi sebelumnya. Kedua teori itu menganggap khalayak (masyarakat) itu pasif.

Raymond Bauer mengeritik asumsi tersebut dan mengatakan khalayak bukan robot yang pasif, serta bukan hanya bersedia mengikuti pesan atau pembicaraan politik yang memberi keuntungan atau memenuhi kepentingan dan kebutuhannya. (Anwar Arifin, 2008 : 89)

Khalayak tersebut terdiri atas individu-individu yang selalu berinterelasi (berhubungan) dan berinteraksi (saling memengaruhi) dengan individu-individu lainnya, dalam suatu wadah yang disebut publik.

Publik atau penerima (audience) itu sama sekali tidak pasif melainkan sangat aktif. Mereka aktif menyaring, menyeleksi, dan mengolah secara internal semua pesan dan pembicaraan yang berasal dari luar dirinya. Ini merupakan proses psikologi yang sangat mendasar.

Publik atau khalayak memiliki daya tangkal dan daya serap terhadap semua terpaan pesan kepada mereka. Pesan yang masuk akan disaring, diseleksi, kemudian diterima atau ditolak melalui filter konseptual.

Daya tangkal inilah yang membuat publik atau khalayak sering juga disebut sebagai "khalayak kepala batu" (the obstinate audience).

Abaikan Aspirasi

Ketika membuat dan memaparkan makalah dalam salah satu perkuliahan pada program pascasarjana Universitas Satria, Makassar, penulis mengatakan, pada kenyataannya, bukan hanya khalayak umum yang memiliki daya tangkal, melainkan juga orang yang tengah berkuasa.

"Penguasa kepala batu", mungkin itulah istilah yang cocok buat para penguasa yang tidak peduli atau mengabaikan pesan, aspirasi, dan opini publik yang berkembang di tengah masyarakat.

Penguasa kerap mengabaikan opini publik yang berasal dari rakyat yang telah memilih dan memberi mereka mandat untuk menjadi pemimpin, padahal dari mandat itulah pemimpin dituntut sesegera mungkin untuk memenuhi kewajibannya: yakni mewujudkan harapan menjadi kenyataan.

Semakin berlama-lama menghadirkan perwujudan harapan, semakin pula menjauhkan kepercayaan pemberi mandat. Dalam kondisi ini, ruang tunggu sejarah tidak menginginkan adanya tumpukan kekecewaan. Sekali saja kekecewaan dimunculkan, sama artinya membuka pintu ketidakpercayaan.

Menurut Kousoulas (1979), opini publik dapat menjadi salah satu faktor politik jika dalam banyak hal ia berpengaruh terhadap proses pengambilan dan pelaksanaan sesuatu keputusan oleh para penyelenggara negara maupun politisi lainnya.

Opini publik merupakan penjelmaan suara rakyat. Mengabaikan opini publik sama artinya memberikan momentum penurunan kepercayaan kepada pemerintah.

Presiden, gubernur,walikota, dan bupati sudah banyak yang merasakan dampak dari sikap mereka yang kerap mengabaikan opini publik.

Duet Presiden SBY dan Wapres Boediono bisa jadi contoh kasus sebagai "penguasa kepala batu". Mereka berdua mengabaikan keinginan rakyat dan opini publik yang menginginkan berbagai perubahan dan mengharapkan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Rakyat menginginkan pelayanan yang baik, fasilitas umum yang memadai dan bisa dinikmati secara merata, pendidikan yang bagus dan terjangkau, penghapusan sistem ujian nasional, pemberantasan korupsi, penegakan hukum, dan lain sebagainya.

Keinginan rakyat dan opini publik tersebut tampaknya tidak langsung direspons oleh duet SBY-Boediono. Mereka mengabaikan opini publik. Mereka berdua menjadi "penguasa kepala batu."

Dengan menjadi "penguasa kepala batu", duet Presiden SBY dan Wapres Boediono kini tidak lagi mendapat kepercayaan besar, bahkan sebaliknya mereka berdua sudah dianggap gagal menjalankan pemerintahan. Dengan kata lain, duet SBY-Boediono dianggap telah gagal melaksanakan amanat atau mandat yang diberikan rakyat Indonesia kepada mereka.

Soekarno-Soeharto

Machiavelli mengatakan, orang yang bijaksana tidak akan mengabaikan opini publik mengenai soal-soal tertentu, misalnya pendistribusian jabatan dan kenaikan jabatan. Dengan kata lain, penguasa yang tidak peduli dan mengabaikan opini publik pastilah bukan orang yang bijaksana.

Kejatuhan Presiden pertama Indonesia, Soekarno, tidak terlepas dari sikapnya yang sering mengabaikan opini publik. Jasanya yang sangat besar sebagai Proklamator Kemerdekaan RI, tidak mampu menahan gejolak kemarahan rakyat atas berbagai kebijakan dan langkah-langkahnya dalam memimpin negara.

Soekarno antara lain dianggap terlalu dekat dengan Partai Komunis Indonesia yang tidak disenangi oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Soekarno juga tidak langsung memenuhi "Tritura" atau tiga tuntutan rakyat yakni bubarkan PKI berserta ormas-ormasnya, perombakan kabinet Dwikora, serta turunkan harga dan perbaiki sandang-pangan.

Presiden kedua Indonesia, Soeharto juga terlalu lama mengabaikan opini publik. Pendapat umum atau opini publik yang berkembang yaitu dirinya terlalu lama berkuasa (lebih dari 30 tahun) sehingga sudah perlu diganti, bahwa rakyat Indonesia membutuhkan pemimpin baru yang lebih muda dan energik, bahwa pola pikir dan pola kepemimpinannya sudah ketinggalan zaman di era modern.

Akibat pengabaian opini publik tersebut, rakyat Indonesia kecewa dan kekecewaan itu terus-menerus menumpuk. Rakyat Indonesia kemudian marah dan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran menuntut Soeharto mengundurkan diri dan meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI. Karena kuatnya desakan tersebut, Soehato akhirnya mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 atau sehari sesudah peringatan Hari Kebangkitan Nasional.

Masyarakat Indonesia kemudian menetapkan 21 Mei sebagai Hari Reformasi Nasional. Pengunduran atau kejatuhan Soeharto sekaligus mengawali era baru pemerintahan dan kehidupan demokrasi di Indonesia, yakni Era Reformasi.

Dengan berkaca pada dampak dari pengabaian opini publik oleh tiga Presiden RI, serta demi tegaknya demokrasi, kita berharap kepada para pengambil kebijakan, khususnya orang yang tengah mendapat mandat dari rakyat untuk menjadi pemimpin, agar kiranya tidak mengabaikan opini publik, serta berupaya menjalin komunikasi yang baik dan positif dengan rakyat yang dipimpin dan yang telah memilihnya sebagai pemimpin.*** Read More ..

Senin, 24 Mei 2010

TEKNIK PENULISAN BERITA



TEKNIK PENULISAN BERITA
(Straight News dan Feature News)


Oleh : Drs. Asnawin
- Dibawakan pada ’’Workshop Jurnalistik’’, Himaprodi Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Unismuh Makassar, di Auditorium Al-Amien, Kampus Unismuh Makassar, Kamis, 20 Mei 2010.
- Pemateri adalah pelatih nasional wartawan PWI, Ketua Seksi Pendidikan PWI Sulsel, dosen mata kuliah jurnalistik / komunikasi pada beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta di Makassar.

Pengantar

Gubernur Sulawesi Selatan kemarin berulang-tahun. Anda juga kemarin berulang-tahun. Hari ini, koran-koran memuat gambar Gubernur Sulawesi Selatan sedang meniup lilin ulang tahun disaksikan keluarga dan handai taulan, sedangkan acara ulang tahun Anda tidak ada koran yang memberitakannya, padahal acara ulang tahun Anda cukup mewah karena diadakan di salah satu hotel berbintang serta dihadiri oleh ratusan keluarga dan kerabat.

Inilah salah satu yang membedakan antara berita dengan bukan berita. Gubernur Sulawesi Selatan adalah orang terkenal dan ‘’orang nomor satu’’ di Provinsi Sulawesi Selatan, sedangkan Anda bukan orang terkenal, sehingga sama sekali tidak punya ‘’nilai jual’’ untuk dijadikan konsumsi berita.

Ketenaran atau kemenonjolan (prominence) adalah salah satu dari berbagai kriteria berita yang baik. Ingat, tidak semua berita yang dimuat atau disiarkan oleh media massa itu adalah berita baik. Berita yang tidak baik kadang-kadang disebut BERITA SAMPAH atau sering juga disebut BUKAN BERITA.

Ada beberapa kriteria berita yang baik, antara lain aktual (timeliness), penting (important), kedekatan (proximity), berdampak (consequence), luar biasa atau tidak lazim (unusualness), konflik (conflict), ketegangan atau dramatisme (suspense), keterkenalan atau ketokohan (prominence), tragisme (tragic), seks (sex), dan humor (humor).

Aktual artinya benar-benar baru terjadi atau masih hangat menjadi perbincangan. Berita yang sudah lama terjadi biasa juga disebut berita basi atau berita kadaluarsa.
Berdampak artinya peristiwa atau masalah yang diberitakan punya dampak atau akibat bagi masyarakat, baik negatif maupun positif, misalnya masalah kenaikan harga BBM, penggusuran, dan kerusuhan.

Luar biasa artinya peristiwa atau masalahnya benar-benar luar biasa, aneh, menakjubkan, dan tidak lazim, misalnya manusia tertua, manusia tertinggi, dan bayi yang selamat dari kebakaran atau banjir. Ketegangan atau dramatis artinya peristiwa yang menegangkan atau dramatis, misalnya penyanderaan reporter dan juru kamera Metro TV oleh gerilyawan di Irak, beberapa tahun lalu.

Ketokohan artinya peristiwa atau berita yang disajikan terkait dengan pejabat, tokoh, atau orang terkenal, misalnya aktivitas dan pernyataan-pernyataan Presiden, menteri, dan gubernur, aktivitas pengusaha sukses dan artis, serta kemenangan atau kekalahan atlet terkenal dalam sebuah turnamen.

Humor artinya peristiwa atau masalah yang diberitakan mengandung unsur humor, misalnya guyon pejabat, peristiwa yang menggelikan, bahkan tak jarang media cetak membuat rubrik khusus humor dan media televisi membuat acara khusus lawak dan semacamnya.

Penting artinya peristiwa atau permasalahannya dianggap penting bagi masyarakat, misalnya masalah atau hasil Pilkada dan Pemilu, serta calon presiden atau calon menteri.

Kedekatan artinya peristiwa atau masalah yang diberitakan memiliki unsur kedekatan dengan pembaca atau masyarakat, misalnya peristiwa yang terjadi di Sulawesi Selatan tentu lebih menarik dibaca atau disimak oleh masyarakat di Sulawesi Selatan dibanding masyarakat di provinsi lain. Apalagi kalau peristiwa itu terjadi di sekitar tempat tinggal kita.

Konflik artinya peristiwa atau masalah yang diberitakan mengandung unsur konflik atau pertentangan, misalnya perang, pro-kontra RUU Pornografi, persoalan rumah tangga artis, dan perseteruan politik.

Tragis artinya peristiwa atau masalahnya sangat tragis, misalnya korban kecelakaan, korban kebakaran, orang bunuh diri, korban mutilasi, bom bunuh diri yang menewaskan banyak orang, gempa bumi, dan tsunami.

Seks artinya peristiwa atau masalah yang diberitakan mengandung atau terkait dengan seks, misalnya pernikahan, perkosaan, perselingkuhan, serta foto-foto seksi selebritis. Humor artinya peristiwa yang mengandung unsur-unsur humor atau sesuatu yang dapat membuat orang tersenyum dan atau tertawa.

Berdasarkan aspek-aspek kriteria berita yang baik tersebut, maka berita dapat didefinisikan sebagai laporan atau pemberitahuan melalui media massa tentang segala peristiwa aktual yang menarik perhatian orang banyak.

Sumber Berita

Informasi atau berita di media massa tentu saja harus dicari, yang didahului dengan perencanaan di dapur redaksi. Berita yang dicari itu umumnya adalah peristiwa.

Peristiwa terdiri atas dua macam. Pertama, peristiwa insidentil atau tidak terduga, misalnya kecelakaan lalu lintas, perkelahian, dan lain-lain. Kedua, peristiwa yang dapat diduga sebelumnya, misalnya seminar, pertandingan olahraga, dan pelantikan gubernur.

Selain peristiwa, berita juga dapat dicari dengan cara melakukan wawancara (misalnya dengan pejabat, politisi, dan selebritis), dan melakukan penelitian dokumen (misalnya dokumen sejarah, dokumen Perda, dan dokumen gugatan cerai/pernikahan artis).

Sumber berita lainnya dari press release atau siaran pers (misalnya aktivitas gubernur yang tidak sempat diliput oleh wartawan, penjelasan KPU tentang Pilkada, caleg, atau Pemilu), hak jawab (misalnya seseorang atau instansi yang memberikan hak jawab atas pemberitaan yang tidak berimbang atau tidak benar), serta konferensi pers atau jumpa wartawan (misalnya selebritis mengundang wartawan terkait untuk mengumumkan atau menjelaskan sesuatu hal).

Menulis Berita Langsung (Straight News)

Berbagai informasi yang telah dikumpulkan itu kemudian diolah dan diramu dalam rangkaian kalimat yang mengandung unsur 5W + 1H.

Lima W dimaksud yaitu “what” (apa), “who” (siapa), “when” (kapan), “where” (dimana), dan “why” (mengapa), sedangkan satu H dimaksud yaitu “how” (bagaimana).

Ada banyak model berita, tetapi pada dasarnya berita dibagi dua model, yakni berita langsung (straight news) dan berita tidak langsung (feature news).

Berita langsung atau “straight news” adalah berita yang langsung mengemukakan unsur 5W + 1H pada paragraf awal (alinea pertama hingga alinea kedua), sedangkan berita tidak langsung atau “feature news” biasanya diawali dengan kata-kata atau kalimat yang menarik pada paragraf awal, sedangkan unsur 5W + 1H terurai dalam paragraf-paragraf berikutnya.

Konstruksi Berita Langsung

Bangunan atau konstruksi berita terdiri atas tiga unsur, yakni judul berita (headline), teras berita (lead), serta kelengkapan atau penjelasan berita (body). Berita langsung (straight news) biasanya menggunakan bangunan seperti piramida terbalik.

Berita yang menggunakan bangunan atau metode piramida terbalik mendahulukan penyampaian informasi yang sangat penting, kemudian diikuti informasi-informasi yang penting, agak penting, kurang penting, hingga tidak penting.

Dengan menggunakan metode piramida terbalik, informasi-informasi yang kurang penting atau tidak penting dapat dibuang jika tempat (di halaman koran, tabloid, majalah) atau waktu yang tersedia (televisi, radio) terbatas.

Informasi yang dibuang atau dipenggal tentu saja diharapkan tidak mengurangi atau mengganggu inti berita secara keseluruhan, karena semua fakta yang penting telah dikemukakan pada paragraf awal.

Model pemberitaan “straight news” terutama ditujukan bagi orang-orang yang sibuk atau tidak mempunyai waktu luang untuk membaca, mendengar, atau menonton suatu pemberitaan.

Mereka biasanya hanya ingin mengetahui fakta utamanya saja dari setiap peristiwa. Mereka tidak perlu mengetahui secara rinci sampai kepada hal-hal yang tidak penting, kecuali kalau peristiwa itu ada hubungannya dengan kegiatan atau urusan yang sedang digarapnya.

Berikut contoh berita metode piramida terbalik :

FKIP Unismuh Gelar Workshop Jurnalistik

Makassar, 20 Mei 2010

Himaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, menggelar Workshop Jurnalistik, di Auditorium Al-Amien Kampus Unismuh Makassar, 18 – 21 Mei 2010.

Ketua Panitia, Abdul Wahid, didampingi Sekretaris Early Widia Astuti, kepada wartawan, Selasa (18/5) kemarin menjelaskan, workshop diikuti 40 mahasiswa dari berbagai fakultas di Unismuh Makassar.

Materi yang diberikan kepada peserta antara lain Kode Etik Jurnalistik, Ragam Bahasa Jurnalistik, Metode Wawancara, Reportase, Penulisan Straight News dan Feature News, Teknik Menulis Artikel, serta Foto Jurnalistik.

‘’Selain teori, para peserta juga akan diberi latihan menulis berita dan praktek membuat desain media cetak,’’ jelas Wahid, seraya menambahkan bahwa kegiatan tersebut merupakan realisasi dari program kerja Himaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Unismuh Makassar.

Penjelasan berita:

1. What (apa) : Workshop Jurnalistik
2. Who (siapa) : Himaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar
3. When (kapan): 18 – 21 Mei 2010
4. Where (dimana) : di Auditorium Al-Amien Kampus Unismuh Makassar
5. Why (mengapa) : workshop tersebut merupakan realisasi dari program kerja Himaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Unismuh Makassar.
6. How (bagaimana) : Selain teori, peserta juga diberi latihan dan praktek.

Menulis Berita Tidak Langsung (Feature News)

Feature mengandung makna utama, istimewa, yang diutamakan, ditonjolkan. Feature adalah artikel atau berita yang khusus dan istimewa / ditonjolkan untuk menarik perhatian dan dinikmati pembaca, pendengar, atau pemirsa.

Feature biasa juga disebut karangan khas, sedangkan feature news biasa juga disebut berita tidak langsung.

Feature news adalah berita yang ditulis dengan gaya karangan khas atau berita yang di-feature-kan. Feature news disebut berita tidak langsung karena tidak langsung mengemukakan 5W + 1 H pada bagian awal berita seperti pada gaya straight news. Unsur 5W + 1 H terurai dalam berita dan mencapai puncak atau klimaksnya pada akhir berita.
Feature news lebih menonjolkan bagaimana (how) dan mengapa (why), sedangkan empat unsur lainnya (what, who, when, where) menjadi pendukung.
Ide dasar feature news, antara lain faktual, tidak dicampur dengan opini wartawan, ada awal, ada pertengahan, dan ada akhir, serta bentuknya bukan piramida terbalik.

Proses penulisan feature news:

1. Menjawab beberapa pertanyaan sebelum menulis teras berita :
o Bagian apa / mana (dari fakta dan hasil observasi lapangan) yang paling memengaruhi saya.
o Kisah apa yang ingin saya sampaikan kepada pembaca.
o Apa yang membuat saya bisa mengatakan “Ini kisah yang benar-benar menarik?”
2. Menulis teras berita
3. Menulis paragraf utama atau paragraf fokus
4. Menulis paragraf berikutnya yang diakhiri dengan klimaks berita

Elemen Penulisan Feature :
1. Penulisan yang tepat (air mata menetes = menangis)
2. Detail (hal2 kecil yang penting / menarik)
3. Irama
4. Contoh / sampel
5. Dialog
6. Suara

Tipe Feature :
a. Profil (dekan baru, ketua BEM)
b. Human Interest (membangkitkan emosi dan menghibur)
c. Berita Feature Informatif (informasi penting bagi pembaca / masyarakat)
d. Berita Feature Komunitas (motor tua, pemancing ikan, jilbab besar)
e. Berita Feature Interpretatif (karya seni, mata kuliah baru, kenaikan uang SPP)


Daftar Pustaka:

- Kusumaningrat, Hikmatt & Kusumaningrat, Purnama, Jurnalistik, Teori & Praktik, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, April 2006
- Kustadi Suhandang; Pengantar Jurnalistik, Seputar Organisasi, Produk, & Kode Etik; Penerbit Nuansa, September 2004
- Taufiqurohman, M, News Feature, dibawakan pada “Pelatihan Menulis Feature”, Tempo Institute, di Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 8 Agustus 2009, dikutip dari http://www.tempo-institute.org/index.php/2009/09/11/news-feature/, pada 31 Maret 2010
- Tom E. Rolnicki, C. Dow Tate, Sherri A. Taylor; Pengantar Dasar Jurnalistik (Scholastic Journalism); Kencana Prenada Media Group, Mei 2008.
- ‘’Tulisan Khas Bernama Feature, dikutip dari http://thesocratesmedia.com/tulisan-khas-bernama-feature/, 31 Maret 2010
- Zaenuddin HM; The Journalist, Buku Basic Wartawan, Bacaan Wajib Para Wartawan, Editor, dan Mahasiswa Jurnalistik; Prestasi Pustaka Publizher, Jakarta, Juli 2007

-- selamat berlatih -- Read More ..

Senin, 17 Mei 2010

Banyak Kebudayaan Pinjaman di Sulsel



http://www.ujungpandangekspres.com/view.php?id=47226
Harian Ujungpandang Ekspres, Makassar
Selasa, 18-05-2010

Banyak Kebudayaan Pinjaman di Sulsel

Oleh: Asnawin
Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Satria Makassar

Masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel) memiliki banyak kebudayaan dan kearifan lokal, tetapi sebagian masyarakat dan sejumlah orang yang tengah berkuasa, lebih senang ‘’memakai baju’’ kebudayaan pinjaman dan ‘’melepas baju’’ kebudayaan atau kearifan lokal. Itu terjadi karena adanya komunikasi antar-budaya dan lemahnya pertahanan budaya masyarakat Sulsel.

Komunikasi antar-budaya secara langsung maupun secara tidak langsung telah ‘’membuka mata’’ orang Sulsel bahwa ada budaya lain yang berbeda dengan budaya asli mereka. Ada yang terbelalak matanya, ada yang silau, ada yang menyipitkan matanya, dan ada yang menutup mata.

Kemajuan teknologi (terutama teknologi komunikasi), derasnya arus informasi, bertambahnya orang kaya yang mampu ‘’jalan-jalan’’ ke kota, provinsi, dan atau ke negara lain, serta banyaknya orang asing yang berkunjung ke daerah kita, secara tidak langsung telah mengakibatkan terjadinya kontak atau komunikasi antar-budaya.

Kontak dengan kebudayaan lain dapat mengakibatkan perubahan atas satu kebudayaan atau bahkan dua kebudayaan sekaligus. Pada awal kontak antar-budaya, terjadi proses peniruan karakteristik dari isi suatu unsur kebudayaan tertentu. Setelah proses peniruan itu dipakai berulang-ulang dan dibiasakan dalam suatu komunitas tertentu, maka kebudayaan yang sebelumnya hanya merupakan pinjaman, berubah menjadi kebudayaan setempat.

Dalam kebudayaan, proses pinjaman kebudayaan berbeda dengan akulturasi. Akulturasi adalah proses pertemuan unsur-unsur dari berbagai kebudayaan yang berbeda, yang diikuti dengan percampuran unsur-unsur tersebut.

Syarat akulturasi adalah harus didahului oleh kontak, tetapi dalam kebudayaan pinjaman tidak selalu atau bahkan tidak didahului dengan kontak. Sebagian masyarakat Sulsel tidak kontak dengan kebudayaan Amerika, tidak pernah pergi ke Negeri Paman Sam, tetapi banyak di antara mereka yang suka makan ayam goreng di McDonald, California Fried Chicken, dan atau Kentucky Fried Chicken.

Sebelum berbicara lebih jauh tentang kebudayaan pinjaman di Sulawesi Selatan, ada baiknya terlebih dahulu kita memiliki pemahaman yang sama tentang budaya dan kebudayaan.

Kebudayaan berasal dari kata budaya yang memiliki banyak arti, antara lain adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju, dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah).

Secara etimologis, budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Budaya kemudian diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin, colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.

Berdasarkan pengertian kata dasarnya itu, maka kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Kebudayaan juga diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

Edward Burnett Tylor dalam bukunya ‘’Primitive Culture’’ mengatakan, kebudayaan adalah kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, adat istiadat, serta setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat.

Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat merupakan kekuatan abstrak yang mampu memaksa dan mengarahkan pendukungnya untuk berperilaku sesuai dengan sistem pengetahuan, gagasan, dan kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat.

Kebudayaan lokal Sulawesi Selatan adalah kebudayaan yang dimiliki masyarakat Sulsel berupa kebiasaan-kebiasaan secara turun-temurun dalam berperilaku, berbuat, dan melakukan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari.

Kebudayaan Lokal


Dalam berbagai literatur, dari berbagai hasil diskusi, serta berdasarkan pengalaman pribadi sebagai orang yang lahir dan dibesarkan dalam kebudayaan lokal Sulsel, penulis dapat menyebutkan beberapa kebudayaan asli dan kearifan lokal masyarakat Sulsel.

Beberapa puluh tahun silam, perempuan Sulsel (khususnya Bugis-Makassar) jarang sekali keluar rumah. Kalau mereka keluar rumah, maka kita dengan mudah akan mengenali dan mengidentifikasi mereka sebagai perempuan, terutama dari rambut dan pakaiannya (feminim). Mereka juga lebih banyak tersenyum dan hanya sekali-sekali berbicara tetapi itupun dengan ‘’volume kecil.’’

Sekarang, perempuan Sulsel ‘’berkeliaran’’ di mana-mana dan tak jarang penampilan mereka tidak ada bedanya dengan laki-laki. Kalau berbicara, volume suara mereka kadang-kadang lebih besar dibanding volume suara laki-laki.

Orang Sulsel juga sangat gemar bergotong-royong (abbulo sibatang/mabbulo sibatang). Memindahkan atau membangun rumah pun sering dilakukan secara gotong-royong. Semuanya dilakukan secara sukarela, senang hati, bahkan dalam suasana ceria. Sekarang, gotong-royong sudah merupakan barang langka dan mahal harganya.

Jika ada di antara tetangga atau keluarga yang mengalami kesulitan, sedang susah, atau perlu dibantu, maka orang-orang akan segera memberikan bantuan secara sukarela, karena orang Sulsel punya budaya kesetiakawanan sosial (pesse/pacce), serta saling tolong-menolong (mali siparappe, rebba sipatokkong).

Dalam pergaulan sehari-hari, orang Sulsel sangat menjaga tata krama (ada’/ade’), tetapi sekarang sudah banyak orang Sulsel yang seolah-olah tidak mengenal ada’ atau ade’, baik dalam pergaulan dengan orang lain, maupun pergaulan dengan orang yang lebih tua atau bahkan dengan orangtua kandung.

Dulu, pemimpin dipilih berdasarkan kapasitas dan dedikasi. Pemimpin zaman dulu juga sangat dihormati, disegani, bahkan kadang-kadang ditakuti, karena mereka berani dan bertanggung-jawab (warani/barani), memiliki keyakinan yang teguh (getteng), serta menjaga harga diri (siri’), sehingga mereka punya kharisma dan kewibawaan. Sekarang pemimpin (penguasa) dipilih karena ‘’isi tas’’ dan prestasi semu, tetapi tidak banyak di antara mereka yang dihormati, disegani, apalagi ditakuti.

Kebudayaan Pinjaman


Kini kebudayaan dan kearifan lokal sudah banyak yang terlupakan dan diganti dengan kebudayaan pinjaman.

Beberapa kebudayaan pinjaman itu antara lain cara berpakaian yang tidak lagi feminim di kalangan perempuan, cium pipi kanan – cium pipi kiri (cipika-cipiki) setiap bertemu, anak menyapa orangtua dengan tanpa rasa hormat, dan murid menelepon guru tanpa rasa segan.

Selain itu, banyak orang yang lebih senang mengungkapkan kekecewaan dan atau kemarahan secara frontal (aksi unjukrasa, dsb), serta banyak ditemui remaja atau orang dewasa lain jenis kelamin dan bukan suami-isteri berdua-duaan dan bermesraan di tempat umum .

Kita juga sering membiarkan orang lain (keluarga, sahabat, tetangga, rekan kerja) berbuat hal-hal yang kurang bagus, serta lebih mendahulukan berbagai macam kesibukan dibanding bersosialisasi dan berkomunikasi dengan tetangga.

Kebudayaan pinjaman lain yaitu menghabiskan malam di tempat hiburan malam (THM), menyanyikan lagu-lagu keras dengan syair bahasa asing, serta membangun rumah dengan meniru gaya arsitektur Barat.

Masih banyak lagi kebudayaan pinjaman yang akhirnya seolah-olah sudah menjadi kebudayaan setempat masyarakat Sulsel.

Budaya korupsi juga mungkin masuk kategori kebudayaan pinjaman, karena sampai saat ini penulis belum menemukan literatur yang menyatakan bahwa orang Sulsel zaman dulu suka korupsi.

Sebagai ‘’produk’’ orang Sulsel tahun enampuluhan, penulis sangat merindukan tampilnya kembali kebudayaan lokal dan kearifan lokal sebagai ‘’tuan rumah’’ di Sulsel. Masih bisakah itu diwujudkan? (***) Read More ..

Kamis, 13 Mei 2010

Ethos, Pathos, dan Logos Presiden SBY


Sebelum menjadi Presiden RI pada periode pertama (2004-2009), masyarakat Indonesia menyanjung dan mengelu-elukan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Sebagian besar rakyat Indonesia memuji habis-habisan SBY sebagai tokoh humanis, religius, dan berwibawa. Pendek kata, SBY begitu memesona.

Read More ..

Kasus Prita; Membeli Pisang Epe’ dengan Dolar

Kasus Prita; Membeli Pisang Epe’ dengan Dolar

Oleh: Asnawin
(Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Satria)

Ada tujuh unsur dalam komunikasi, yakni komunikator (orang yang mengirim pesan), pesan, media atau sarana, komunikan (orang yang menerima pesan), efek, umpan balik, serta lingkungan.

Komunikasi baru dikatakan mengena atau berhasil kalau pesan yang ingin disampaikan oleh seseorang (komunikator) benar-benar sampai kepada orang yang dikirimi pesan (komunikan), apalagi kalau pesan tersebut memberi efek atau berdampak dan kemudian mendapat umpan balik dari komunikan.

Di Indonesia, negara kita tercinta, tampaknya banyak komunikasi yang tidak mengena atau tidak berhasil, karena banyak komunikator (kata yang bersepupu dengan propokator) yang mengirim pesan kepada komunikan yang salah dan di lingkungan yang salah.

Mahasiswa misalnya. Mereka sering melakukan aksi unjukrasa dengan maksud ingin menyampaikan pesan kepada penguasa, bahwa mereka kecewa, marah, atau tidak setuju terhadap sesuatu yang dilakukan atau diputuskan oleh penguasa.

Sayangnya, aksi unjukrasa tersebut dilakukan di jalan raya pada saat arus lalu lintas sedang padat. Artinya, pesannya justru disampaikan kepada masyarakat yang kebetulan lewat di jalan raya tersebut.

Akibatnya, masyarakat menjadi terganggu aktivitasnya dan kadang-kadang masyarakat memberikan reaksi, sehingga terjadilah keributan antara mahasiswa dengan masyarakat.
Pada saat yang sama, penguasa mungkin sedang sibuk melaksanakan tugas-tugasnya dan sama sekali tidak tahu dengan adanya aksi unjukrasa mahasiswa.

Kalau pun ada wartawan yang meliput aksi unjukrasa tersebut dan disiarkan oleh media massa, belum tentu penguasa mendengarnya lewat radio, menyaksikan siarannya di televisi, dan atau membaca beritanya di media cetak. Mungkin juga penguasa tidak peduli dan tidak akan memberikan reaksi apa-apa.

Dalam beberapa kasus lain, justru banyak orang atau pihak yang memberikan umpan balik atau reaksi atas pesan yang sebenarnya bukan ditujukan untuk mereka.

Contoh kasus yang masih hangat yaitu reaksi yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Omni International (di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten), atas uneg-uneg atau pesan yang disampaikan oleh Prita Mulyasari kepada sejumlah orang di sebuah grup milis.

Prita Mulyasari menulis uneg-unegnya lewat milis (grup email) tentang pelayanan yang diterima saat dirawat di rumah sakit Omni International. Artinya uneg-uneg atau pesan tersebut ditujukan kepada sejumlah orang yang bergabung di grup milis yang sama dan bukan ditujukan kepada pihak Rumah Sakit Omni International.

Anehnya, pihak Rumah Sakit Omni International memberikan reaksi yang berlebihan dengan melaporkan Prita kepada pihak berwajib. Lebih aneh lagi, karena pihak berwajib kemudian memproses laporan tersebut yang berbuntut penahanan dan denda ratusan juta rupiah kepada Prita.

Pihak Rumah Sakit Omni International mungkin ingin memberikan pelajaran atau efek jera kepada Prita, tetapi yang terjadi kemudian adalah masyarakat Indonesia dari berbagai penjuru tanah air membela dan bahkan memberi bantuan kepada Prita, dengan cara mengumpulkan uang koin rupiah untuk membayar denda yang dijatuhkan pengadilan kepada Prita.

Pengumpulan koin tersebut secara tidak langsung merupakan ejekan dan penghinaan kepada pihak Rumah Sakit Omni International dan pihak pengadilan yang menjatuhkan hukuman kepada Prita.

Mata Uang


Pihak Rumah Sakit Omni International mungkin lupa atau tidak tahu bahwa setiap negara ada mata uangnya masing-masing.

Grup milis itu dapat diibaratkan sebagai sebuah negara. Grup milis adalah sebuah komunitas pengguna email. Kelompok arisan keluarga atau kelompok arisan ibu-ibu rumah tangga dalam sebuah kompleks perumahan, juga sebuah komunitas.

Sebagai sebuah negara, sebagai sebuah komunitas, grup milis dan kelompok arisan ibu-ibu tentu punya mata uang masing-masing. Punya aturan dan cara bermain masing-masing.

Apa yang terjadi atau apa yang diperbincangkan di komunitas sebuah grup milis atau di sebuah komunitas arisan ibu-ibu, tidak perlu dicampuri atau ditanggapi oleh orang luar. Sekali pun perbincangan itu menyangkut orang luar.

Kalau ada orang luar yang masuk lalu memberikan reaksi atas perbincangan yang terjadi di grup milis atau di kelompok arisan ibu-ibu, maka itu berarti orang luar tersebut secara tidak langsung telah membeli pisang epe’ (makanan khas Sulawesi Selatan) di Kota Makassar dengan menggunakan uang dolar Amerika Serikat.

Penjual pisang epe’ atau orang Makassar pasti akan heran, tertawa, dan atau marah kalau ada orang Amerika Serikat yang membeli pisang epe’ dengan uang dolar. Mungkin akan sama heran, tawa, dan atau marahnya orang Italia kalau ada orang Indonesia yang membeli pizza di Kota Roma dengan uang rupiah.

Begitulah yang terjadi dalam kasus Prita Mulyasari. Banyak orang yang heran, tertawa, dan atau marah kepada pihak Omni International, karena menganggap pihak Omni International telah salah alamat dan keterlaluan.

Salah alamat karena memberikan reaksi terhadap pesan yang bukan ditujukan untuk mereka, dan keterlaluan karena memaksakan membeli pisang epe’ di Pantai Losari Makassar dengan menggunakan uang dolar Amerika Serikat.

Selamat tahun baru 2010. Semoga tidak banyak lagi komunikator yang memberikan pesan kepada komunikan yang salah di lingkungan yang salah seperti banyak terjadi pada tahun 2009.

Semoga tidak ada lagi orang atau pihak yang memberikan umpan balik atau reaksi atas pesan yang sebenarnya bukan ditujukan untuk mereka, seperti yang terjadi pada kasus Prita Mulyasari pada tahun 2009. ***

keterangan:
- artikel ini dimuat di harian Fajar, Makassar, pada hari Rabu, 30 Desember 2009, halaman 4 (rubrik Opini) Read More ..