Minggu, 29 Agustus 2010

Mubalig Pop dan Dakwah Ramadan



Di pundak merekalah, istilah mubalig pop disematkan. Di pundak mereka pula, pameo ustad juga manusia (baca: harap dimaklumi) terlahir. Bila para ulama dirindukan oleh jamaah, maka mubalig pop dirindukan oleh fans-nya.

Read More ..

IPK Bukan Penentu Keberhasilan



Keberhasilan seseorang ditentukan banyak hal, terutama soft skill. Indeks prestasi kumulatif (IPK) bukanlah penentu keberhasilan, bahkan salah satu hasil penelitian internasional menunjukkan bahwa IPK hanya menempati urutan ke-17 dari 20 faktor penentu keberhasilan.

Read More ..

Selasa, 10 Agustus 2010

Keterbukaan Informasi Publik dan PPID



Keterbukaan Informasi Publik dan PPID

Oleh: Asnawin
(Ketua Seksi Pendidikan PWI Sulsel / Humas Kopertis Wilayah IX Sulawesi / Dosen Komunikasi & Jurnalistik pada beberapa perguruan tinggi)
- Makalah ini dipaparkan pada acara Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Bupati Bulukumba tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, di Aula BLK Kabupaten Bulukumba, Selasa, 10 Agustus 2010

Pengantar :

Dulu, semua informasi tertutup, kecuali yang dibuka. Sekarang, semua informasi terbuka, kecuali yang ditutup. Dulu, jangankan informasi pribadi, informasi publik pun banyak yang sengaja ditutup. Sekarang, jangankan informasi publik, informasi pribadi pun banyak yang sengaja dibuka.

Di era keterbukaan informasi dan kebebasan pers dewasa ini, semua informasi seolah-olah bebas dibuka dan disampaikan kepada publik, termasuk rekening pribadi pejabat publik dan video koleksi pribadi sepasang kekasih atau sepasang suami isteri.


Apa boleh buat, kita sekarang sudah berada di era keterbukaan informasi dan kebebasan pers. Media massa begitu bebas ‘’melempari’’ kita beragam informasi dan hiburan. Media massa memotret segala aspek kehidupan kita. Segala-galanya diberitakan, difilmkan, disinetronkan, di-reality show-kan, disiarkan secara langsung, disiarulangkan, dan sebagainya.

Melalui polling, talk show, dan berbagai macam rubrik atau program acara, media massa memaksa kita menceritakan rahasia kita, bahkan sampai tak ada lagi yang disembunyikan.

Media massa juga banyak menyoroti pengelolaan pemerintahan, badan publik, pejabat publik, serta berbagai hal seputar informasi publik. Maka kasus korupsi, kolusi, nepotisme di pemerintahan pun banyak yang terekspos di media massa.

Haruskah kita memusuhi atau menghindari wartawan? Haruskah pemerintah daerah membuat jarak atau aturan dalam menghadapi wartawan? Jawabnya tidak, karena wartawan dan media massa sesungguhnya adalah mitra dalam pembangunan, bahkan pers disebut-sebut sebagai pilar keempat demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Pemerintah daerah (termasuk di dalamnya DPRD) sebagai badan publik, justru harus bermitra dengan pers, terutama untuk membuka informasi publik kepada masyarakat, serta hasil-hasil kegiatan dan prestasi yang dicapai pemerintah daerah.

Bukan hanya dengan pers, kemitraan juga perlu dijalin oleh pemerintah daerah dengan organisasi kemasyarakatan (ormas), lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan berbagai pihak.

Bentuk kemitraan bisa dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam menghimpun, mengolah, menghasilkan, dan menyebarkan informasi, karena informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional.

Kita semua tahu bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia, serta merupakan prasyarat yang mendasar dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, terbuka, dan akuntabel.

Kita juga tahu bahwa keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, serta merupakan sarana dalam mengoptimalkan partisipasi dan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara, pemerintah daerah, dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.

Oleh karena itu, informasi publik harus dikelola dengan baik, karena pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.

Untuk tersedianya informasi yang dapat dipertanggungjawabkan perlu didukung dokumentasi yang lengkap, akurat, dan faktual. Di sinilah benang merah perlunya pemerintah daerah menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

Sebelum membahas PPID, ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan informasi publik dan badan publik.

Informasi Publik

Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) disebutkan bahwa informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.

Sementara Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan / atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan / atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini, serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Jadi kalau tidak berkaitan dengan kepentingan publik, maka informasi tersebut tidak termasuk kategori informasi publik. Artinya, informasi tersebut tidak wajib disediakan oleh badan publik atau PPID.

UU KIP menegaskan bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik, tetapi tetap ada pengecualian.

Informasi publik yang dikecualikan sehingga tidak dapat diberikan oleh badan publik, yaitu informasi yang dapat membahayakan negara; informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat; informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi; informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau informasi publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Selain informasi publik yang dikecualikan atau tidak dapat diberikan, setiap badan publik dan PPID harus mengetahui dan memilah mana informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, mana informasi yang wajib diumumkan secara serta-merta, dan mana informasi yang wajib tersedia setiap saat.

Badan Publik

Dalam UU KIP dijelaskan bahwa badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Daftar badan publik tertuang dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor : 1 tahun 2010, Tanggal 30 April 2010.

Badan publik tersebut antara lain lembaga eksekutif, lembaga legislatif, lembaga yudikatif, serta badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, seperti Komisi Yudisial, KPU, Dewan Pers, Dewan Pendidikan, KONI, Badan Pengawas Pemilu, Badan Narkotika Nasional, Taman Kanak-Kanak, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi.

Juga termasuk organisasi non-pemerintah sesuai dengan undang-undang keterbukaan informasi publik, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persekutuan Gereja Indonesia, Persatuan Umat Katolik, WALUBI, Parisada Hindu Dharma Indonesia, YLBHI, Walhi, serta berbagai organisasi dalam masyarakat lainnya sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/D, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Jika ada badan publik yang dengan sengaja menyembunyikan atau tidak menyediakan informasi secara terbuka, maka badan publik tersebut bisa dituntut. Begitulah tuntutan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang mulai berlaku sejak April 2010.

Instansi pemerintah, kepolisian, militer, kejaksaan, pengadilan, partai politik, BUMN, lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), yayasan, dan organisasi lain yang anggaran atau dananya berasal dari APBN/APBD atau sumbangan masyarakat, harus menyiapkan diri menghadapi UU KIP.

UU KIP mewajibkan semua badan publik tersebut menyediakan informasi publik secara transparan. Di antara informasi publik yang harus dibuka secara transparan adalah semua rencana kebijakan publik, penggunaan keuangan, dan kegiatan yang dilakukan badan publik.

Meskipun demikian, tetap ada yang dikecualikan, yaitu informasi yang dirahasiakan dan hanya boleh diminta dengan beberapa persyaratan.

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi

Apakah semua badan publik sudah menyiapkan informasi publik yang ada di lingkungannya masing-masing? Apakah semua badan publik sudah memiliki pejabat atau bagian khusus yang menangani informasi dan dokumentasi? Apakah orang-orang yang ditunjuk menangani informasi publik dan dokumentasi memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan di bidang tersebut?

Inilah salah satu masalah krusial yang dihadapi badan publik. Bisa dipastikan bahwa belum semua badan publik memiliki atau telah menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang bertanggungjawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan atau pelayanan informasi.

Kalau belum ada pejabat atau tenaga ahli yang memiliki kemampuan dalam hal penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan atau pelayanan informasi kepada publik, bagaimana mungkin informasi itu dapat disebarluaskan atau dirahasiakan dengan baik.

Kita berharap badan publik dapat mempersiapkan dan menunjuk PPID yang kompeten di bidangnya dalam menjalankan aktivitas pengelolaan dan pelayanan informasi kepada publik.

PPID tidak harus berlatar-belakang pendidikan formal ilmu komunikasi, karena yang lebih penting adalah menguasai bidang pengelolaan informasi dan dokumentasi atau keterampilan dalam hal mengumpulkan, mengolah, mengorganisir, menyimpan, menyebarluaskan atau diseminasi, dan memberikan pelayanan informasi secara profesional.

Pimpinan instansi, lembaga, atau badan publik tidak boleh salah memilih orang dalam merekrut pejabat dari bidang lain yang sama sekali tidak memiliki kompetensi dalam bidang informasi dan dokumentasi. Juga tidak boleh hanya memindahkan staf dari bidang lain menjadi PPID, karena itu bukanlah langkah yang tepat.

Selain itu, masih banyak yang harus diperhatikan oleh badan publik dalam menyongsong pemberlakuan UU KIP, antara menyiapkan sistem manajemen informasi publik yang terorganisasi dan menyiapkan anggaran komunikasi publik.

Sistem manajemen informasi dan pengelolaannya tentu membutuhkan anggaran khusus, apalagi UU KIP ’’memerintahkan’’ badan publik menyediakan informasi publik secara berkala minimal dua kali dalam setahun.

Badan publik juga wajib menyampaikan informasi secara berkala melalui media massa (internal dan eksternal), menyampaikan informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak, serta menyampaikan kepada khalayak ramai informasi setiap saat melalui situs website.

Masyarakat menginginkan kemudahan dalam mengakses informasi publik dan UU KIP juga menegaskan hal tersebut. Masyarakat dan UU KIP menuntut informasi publik harus dibuka, maka badan publik harus memilih PPID yang profesional yang harus siap memenuhi tuntutan tersebut.

Tugas dan Wewenang PPID

PPID di lingkungan Pemerintahan Kabupaten bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah dan dalam melaksanakan tugasnya, PPID di lingkungan Pemerintahan Kabupaten dibantu oleh PPID Pembantu yang berada di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah dan/atau Pejabat Fungsional.

Ada beberapa tugas yang dibebankan kepada PPID yaitu mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan pengumpulan bahan informasi dan dokumentasi dari PPID Pembantu; menyimpan, mendokumentasikan, menyediakan dan memberi pelayanan informasi kepada publik; melakukan verifikasi bahan informasi publik; melakukan uji konsekuensi atas informasi yang dikecualikan; melakukan pemutakhiran informasi dan dokumentasi; dan menyediakan informasi dan dokumentasi untuk diakses oleh masyarakat.

Dalam rangka melaksanakan tugasnya, PPID berwenang menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; berwenang meminta dan memperoleh informasi dari unit kerja/komponen/ satuan kerja yang menjadi cakupan kerjanya.

PPID juga berwenang mengkoordinasikan pemberian pelayanan informasi dengan PPID Pembantu dan atau Pejabat Fungsional yang menjadi cakupan kerjanya; menentukan atau menetapkan suatu informasi dapat/tidaknya diakses oleh publik; dan menugaskan PPID Pembantu dan atau Pejabat Fungsional untuk membuat, mengumpulkan, serta memelihara informasi dan dokumentasi untuk kebutuhan organisasi.

Kesimpulan dan Saran

Pemerintah daerah (termasuk di dalamnya DPRD) sebagai badan publik, harus bermitra dengan pers, terutama untuk membuka informasi publik kepada masyarakat, serta hasil-hasil kegiatan dan prestasi yang dicapai pemerintah daerah.

Bukan hanya dengan pers, kemitraan juga perlu dijalin oleh pemerintah daerah dengan organisasi kemasyarakatan (ormas), lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan berbagai pihak.

Bentuk kemitraan bisa dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam menghimpun, mengolah, menghasilkan, dan menyebarkan informasi, karena informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional.

Informasi publik harus dikelola dengan baik, karena pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.

Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan / atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan / atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini, serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Untuk tersedianya informasi yang dapat dipertanggungjawabkan perlu didukung dokumentasi yang lengkap, akurat, dan faktual. Di sinilah benang merah perlunya pemerintah daerah menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

UU KIP menegaskan bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik, tetapi tetap ada pengecualian.

Selain informasi publik yang dikecualikan atau tidak dapat diberikan, setiap badan publik dan PPID harus mengetahui dan memilah mana informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, mana informasi yang wajib diumumkan secara serta-merta, dan mana informasi yang wajib tersedia setiap saat.

Mengakhiri tulisan ini, kami menyarankan kiranya pemerintah daerah mempersiapkan dan menunjuk PPID yang kompeten di bidangnya dalam menjalankan aktivitas pengelolaan dan pelayanan informasi kepada publik.

PPID tidak harus berlatar-belakang pendidikan formal ilmu komunikasi, karena yang lebih penting adalah menguasai bidang pengelolaan informasi dan dokumentasi atau keterampilan dalam hal mengumpulkan, mengolah, mengorganisir, menyimpan, menyebarluaskan atau diseminasi, dan memberikan pelayanan informasi secara profesional.


Referensi:
- Asnawin, Informasi Publik Harus Dibuka, Harian Ujungpandang Ekspres, Makassar, 14 Juli 2010
- Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi)
- Nasution, Zulkarimen, Komunikasi Pembangunan, Pengenalan Teori dan Penerapannya (edisi revisi), PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007.
- Pace, R. Wayne & Faules, Don F, editor Deddy Mulyana MA PhD, ‘’Komunikasi Organisasi; Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan’’, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, edisi keenam September 2006.
- Permendagri Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi Dan Dokumentasi Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah
- Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Daftar Badan Publik
- Tikson, Deddy T, Teori Pembangunan (Modernisasi, Keterbelakangan, Ketergantungan), bahan kuliah pada program magister Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar, 2003.
- UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
- UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
- UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
Read More ..

Sabtu, 07 Agustus 2010

Pejabat Arogan




Pejabat Arogan


Oleh Asnawin

Tabloid ''Lintas'', Makassar
Edisi nomor 15, Minggu III-IV Juli 2010

Tak banyak orang yang mendapatkan keberuntungan seperti Fulan. Ketika masih kecil, ayahnya kebetulan sudah menjadi pejabat pada salah satu kadipaten di Negeri Angin. Yah, namanya juga anak pejabat, hidupnya pasti enak.

Fulan kecil bisa memperoleh apa saja yang diinginkannya. Ia bisa memilih sekolah favorit, ia bisa memakai baju bagus, ia bisa memamerkan sepatu mahalnya, ia diantar-jemput ke sekolah, ia bisa berlibur kemana saja, dan seterusnya.

Di usia remaja, Fulan tetap beruntung karena orangtuanya masih menjadi pejabat. Ia masih bisa mendapatkan hampir semua yang diinginkan, termasuk memacari beberapa wanita cantik, memiliki sepeda motor dan sesekali bisa memakai mobil pribadi atau mobil dinas orangtuanya.

Fulan sebenarnya bukan anak cerdas. Angka-angkanya di buku rapor sekolah biasa-biasa saja. Ketika kuliah pun, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)-nya hanya berada di garis rata-rata. Tetapi karena uangnya banyak, pandai bergaul, suka berorganisasi, dan pandai memanfaatkan situasi, maka ia pun kadang-kadang dianggap cerdas.

Bakat bawaannya sebagai keturunan pejabat juga sudah terlihat sejak masih sekolah hingga dudukdi bangku kuliah. Ia selalu mampu memainkan situasi sehingga dirinya pun sering menjadi ketua atau unsure ketua organisasi.

Pergaulannya yang luas membuat dirinya memiliki banyak teman, termasuk mereka yang sudah menduduki jabatan penting.

Kariernya sebagai pegawai negeri pun melejit bagaikan anak panah. Di usia yang masih tergolong muda, Fulan sudah menduduki beberapa jabatan strategis. Pada usia 40-an, ia sudah menjadi pejabat yang cukup berpengaruh di kantor gubernur.

Sejak saat itulah namanya ‘’berkibar’’. Ia sering diwawancarai wartawan. Fotonya sering tampil di koran, tabloid, dan majalah.

Ia selalu tampil ceria dan ramah kepada semua orang. Tak heran kalau kemudian banyak yang mengusulkan dan mengharapkannya memimpin salah satu kadipaten di Negeri Angin.

Atas desakan berbagai pihak, Raja Negeri Angin pun kemudian mengangkat Fulan sebagai bupati pada salah satu kadipaten. Upacara pelantikannya sebagai bupati dihadiri ribuan orang dan rakyat setempat menyambutnya dengan tangan terbuka.

Rakyat setempat berharap ia dapat memimpin dengan baik dan sukses. Harapan besar pun diberikan kepadanya.

Saat menjabat bupati, Fulan mulai berubah. Ia tidak lagi ramah dan ceria seperti dulu. Ia sudah mulai sering terlihat susah. Jidatnya kerap berkerut saat tampil di muka publik.

Perubahan itu membuat banyak relasi dan kawan lamanya prihatin. Ada yang kemudian malas menghubunginya, ada yang menjauh, tetapi ada juga yang mencoba menasehatinya.
Mendapat nasehat dan menyadari perubahan dirinya, Fulan pun mencoba mengembalikan kepercayaan dirinya dan mencoba ‘’mengembalikan’’ dirinya yang dulu. Upaya itu berhasil dan Fulan pun kembali menjadi orang yang disenangi.

Atas berbagai prestasi yang diraih dan karena hubungannya yang cukup bagus dengan raja, maka Fulan tetap dipercaya menjadi bupati selama dua periode berturut-turut.

Pengangkatannya sebagai bupati dua periode berturut-turut sebenarnya tidaklah pantas. Sesungguhnya ia tidak bisa dikatakan berhasil. Tak banyak perubahan yang dilakukannya selama satu periode sebagai bupati. Kebetulan saja ia mampu meyakinkan banyak pihak bahwa dirinya berhasil dan selalu tampil di media massa setiap kali ada sesuatu yang dilakukan atau ketika mendapat penghargaan.

Ketika menjabat bupati pada periode kedua, ia juga tidak banyak berbuat. Ia lebih banyak berupaya agar dirinya dapat tetap menjadi pejabat setelah jabatannya habis sebagai bupati. Ia pun lebih banyak ‘’bermain’’ agar kelak raja tetap menjadikan dirinya sebagai pejabat di Kerajaan Negeri Angin.

Alhasil, setelah habis jabatannya sebagai bupati dua periode, Fulan ditarik menjadi pejabat kerajaan. Ia menjadi salah satu menteri kerajaan.

Fulan benar-benar beruntung, karena sejak kecil ia tak pernah mengalami kesulitan ekonomi, bahkan boleh dikata ia selalu hidup berlebihan. Ia juga pandai membentuk opini publik sebagai pejabat yang bersih, menarik, dan disenangi.

Tak banyak yang tahu bahwa ia kerap bersikap arogan kepada bawahannya. Tak banyak yang tahu bahwa ia sering memandang enteng orang lain. Tak banyak yang tahu bahwa ia juga sesekali ‘’jajan’’. Tak banyak yang tahu bahwa beberapa anaknya sering mengonsumsi minuman keras dan mengalami ketergantungan obat-obatan terlarang.

Ketika ada orang yang berkunjung ke rumah atau ke kantornya, biasanya ia tidak mau menerima dengan alasan sibuk, sedang istirahat, sedang ada tamu, atau sedang keluar, terutama kalau orang yang datang itu ‘’bukan siapa-siapa’’ atau dianggap hanya akan meminta sesuatu.

‘’Bilang saja saya ada tamu,’’ pesan Fulan kepada sekretarisnya kalau ada orang yang datang dan ia enggan menerimanya. Pada hari lain ia berpesan; ‘’Kalau ada tamu, bilang saya sedang keluar kantor.’’

Begitulah. Di mata publik, Fulan adalah pejabat yang ramah, tetapi sesungguhnya ia adalah pejabat arogan dan sering menganggap remeh orang lain. *** Read More ..